SELAMAT DATANG

Senin, Desember 22, 2014

Perencanaan dan Desain Beton Bertulang

Beton bertulang merupakan salah satu bahan konstruksi yang sangat banyak digunakan karena mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan dilihat dari segi kekuatan, keawetan dan ekonomi. Seperti kita ketahui beton bertulang dibuat dengan memadukan antara bahan konstruksi beton dengan besi tulangan. Besi tulangan digunakan untuk mengatasi kelemahan beton terhadap tegangan tarik. Didalam bagian ini, hal-hal yang berhubungan dengan perencanaan beton bertulang akan dibahas.

Dasar-dasar Desain Beton Bertulang dan Peraturan-peraturan Desainnya


Perbandingan antara desain dan analisis:
Desain meliputi penentuan jenis sistem struktur yang akan digunakan, dimensi-dimensi penampang, dan tulangan yang diperlukan.  Struktur yang didesain harus mampu menahan semua beban yang bekerja selama jangka waktu penggunaan struktur secara aman dan tanpa deformasi yang berlebihan atau retak.
Analisis adalah penentuan kapasitas dari sebuah penampang yang mana dimensinya, properti-properti bahannya serta luas tulangan bajanya diketahui. Kapasitas disini bisa terhadap gaya maupun momen.

Desain struktur:
Desain struktur harus memenuhi tiga kriteria dasar:
  1. Kekuatan untuk menahan tegangan yang terjadi akibat adanya beban yang bekerja pada berbagain elemen-elemen struktur.
  2. Masa layan untuk menjamin performa yang memuaskan terhadap kondisi beban layan (service load condition). Dengan kata lain struktur tidak mengalami lendutan yang berlebihan, lebar retak dan getaran masih dalam batas yang dapat diterima.
  3. Stabilitas terhadap guling, pergerakan horisontal (sliding) dan tekuk pada struktur atau bagian dari struktur selama beban bekerja.
Ada dua (2) lagi yang perlu diperhatikan oleh seorang yang melakukan desain, ekonomi aspek dan keindahan.
Peraturan, standar dan spesifikasi:
  • Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung (SNI 03-2847-2002)
  • Perencanaan struktur beton untuk jembatan (RSNI T-12-2004)
Metode-metode Desain (Dasar-dasar)
Ada dua metode desain beton bertulang yang telah digunakan sejak lama
  • Metode desain berdasarkan tegangan yang bekerja (Working Stress Method) adalah metode desain yang memfokuskan pada beban-beban dalam keadaan layan. Metode ini didasarkan pada tegangan-tegangan yang  disebabkan oleh beban layan (tanpa faktor beban) tidak boleh melebihi tegangan ijin (tegangan batas dibagi oleh faktor keamanan/safety factor)
  • Metode desain berdasarkan kekuatan (Strength Design Method) adalah metode desain yang meninjau kondisi dimana beban yang bekerja hampir menyebabkan keruntuhan (jauh di atas beban layan, sering disebut beban ultimit/beban batas). Secara konsep,  metode desain berdasarkan kekuatan diakui lebih rasional dalam mencapai keamanan dari suatu struktur.
    loads.
Metode Desain berdasarkan Kekuatan Batas (The Ultimate – Strength Design Method)
Sekarang, metode desain yang dominan dipakai diberbagai negara adalah metode desain berdasarkan kekuatan batas, kekuali untuk sedikit kasus-kasus dimana lebar retak yang terjadi sangat dibatasi seperti pada bangunan penampung air. Pada metode ini, elemen-elemen struktur didesain sehingga kapasitas kekuatan penampang yang telah dikurangi mampu menahan beban-beban terfaktor (factored loads) yang bekerja.  Beban terfaktor didapat dengan mengalikan beban-beban kerja/layan dengan faktor-faktor yang biasanya besarnya lebih dari satu (1).

Ketetapan-ketetapan mengenai Keamanan (dari segi kekuatan), Safety Provisions (the strength requirement)
Keamanan diperlukan untuk menjamin bahwa suatu struktur dapat menahan semua beban-beban yang bekerja baik pada tahap konstruksi maupun selama tahap layan/penggunaan dengan menggunakan faktor keamanan yang tepat. Ada tiga alasan utama mengapa faktor keamanan diperlukan dalam desain struktur.
  • Variasi dalam kapasitas kekuatan. 
    • Variasi dari nilai f_c^' and f_{y}
    • Asumsi-asumsi yang dibuat dalam proses desain
    • Perbedaan-perbedaan antara dimensi-dimensi yang dibangun (as-built) dan dimensi-dimensi dalam gambar-gambar
  • Variasi dalam pembebanan. Beban yang benar-benar bekerja mungkin berbeda dari beban-beban yang diasumsikan, atau berbeda pendistribusiannya
  • Konsekuensi dari keruntuhan.
    • Kemungkinan adanya korban jiwa
    • Biaya membersihkan debu dan pengganti struktur dan juga isinya
    • Biaya untuk masyarakat 
Dalam metode desain berdasarkan kekuatan, dua (2) cara digunakan untuk mencapai tingkat keamanan yang diiginkan. Yang pertama adalah dengan menggunakan faktor-faktor pembebanan yang biasanya nilainya lebih besar dari satu (1) untuk menambah beban-beban layan. Kedua, keamanan coba dicapai dengan hal sesuai dengan yang dinyatakan oleh peraturan SNI, yaitu dengan mengalikan kekuatan nominal dari penampang dengan faktor reduksi kekuatan (\phi) yang biasanya harganya lebih kecil dari satu.
Kuat Rencana  > Kuat Perlu
\phi R \geq U
Dimana R adalah kuat nominal dan U adalah kuat perlu yang dihasilkan dari beban-beban terfaktor. Baik kuat rencana maupun kuat perlu bisa berupa momen, gaya geser/lintang, aksial dan torsi.
Faktor-faktor Pembebanan untuk Mendapatkan Kuat Perlu
Beban Mati (D):
U=1,4D
Beban Mati (D), Beban Hidup (L), Beban Hidup di Atap (A) atau Beban Hujan (R):
U=1,2D+1,6L+0,5(A\hspace{2mm}\textrm{atau}\hspace{2mm} R)
Beban Mati (D), Beban Hidup (L), Beban Angin (W), Beban Hidup di Atap (A) atau Beban Hujan (R):
U=1,2D+1,0L\pm W +0,5(A\hspace{2mm}\textrm{atau}\hspace{2mm} R)
Beban Mati (D) dan Beban Angin (W) saja:
U=0,9D\pm W
Beban Mati (D), Beban Hidup (L), dan Beban Gempa (E):
U=1,2D+1,0L\pm E)
Beban Mati (D) dan Beban Gempa (E) saja:
U=0,9D\pm E

Faktor Reduksi Kekuatan (\phi):
  • Lentur tanpa beban aksial, \phi = 0,80
  • Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur, \phi = 0,80
  • Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur dengan tulangan spiral, \phi = 0,70
  • Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur dengan tulangan tidak spiral, \phi = 0,65
  • Geser dan torsi, \phi = 0,75, kecuali pada sistem rangka pemikul momen khusus atau sistem dinding khusus untuk menahan pengaruh gempa.
  • Tumpuan pada beton kecuali untuk daerah pangankuran pasca tarik, \phi = 0,65.
  • Daerah pengangkuran pasca tarik, \phi = 0,85.
  • Penampang lentur pada sistem pra tarik dimana panjang penanaman strand kurang dari yang disyaratkan, \phi = 0,75

 

Perencanaan Beton Bertulang

Beton bertulang adalah suatu bahan material yang terbuat dari beton dan baja tulangan. Kombinasi dari kedua material tersebut menghasilkan bahan bangunan yang mempunyai sifat-sifat yang baik dari masing-masing bahan bangunan tersebut. Ini dapat dijabarkan sebagai berikut. Beton mempunyai sifat yang bagus, yaitu mempunya kapasitas tekan yang tinggi. Akan tetapi, beton juga mempunyai sifat yang buruk, yaitu lebah jika dibebani tarik. Sedangkan baja tulangan mempunyai kapasitas yang tinggi terhadap beban tarik, tetapi mempunyai kapasitas tekan yang rendah karena bentuknya yang langsing (akan mudah mengalami tekuk terhadap beban tekan). Namun, dengan menempatkan tulangan dibagian beton yang mengalami tegangan tarik akan mengeliminasi kekurangan dari beton terhadap beban tarik. Demikian juga bila baja tulangan ditaruh dibagian beton yang mengalami tekan, beton disekeliling tulangan bersama-sama tulangan sengkan akan mencegah tulangan mengalami tekuk. Demikianlah penjelasan tentang mengapa kombinasi dari kedua bahan bangunan ini menghasil bahan bangunan baru yang memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibanding sifat-sifat dari masing-masih bahan tersebut sebelum digabungkan. Berikut kita akan paparkan sesuatu yang berhubungan dengan bahan bangunan beton dan tulangan baja.
Beton adalah bahan bangunan yang terbuat dari semen (Portland cement atau semen hidrolik lainnya), pasir atau agregat halus, kerikil atau agregate kasar, air dan dengan atau tanpa bahan tambahan. Kekuatan tekan beton ($f_{c}^{\prime }$) yang digunakan untuk perencanaan ditentukan berdasarkan kekuatan tekan beton pada umur 28 hari. Meskipun sekarang kita dapat menghasilkan beton dengan kekuatan tekan lebih 100 MPa, kekuatan tekan beton yang umum digunakan dalam perencanaan berkisar antara 20 – 40 MPa. Seperti diterangkan sebelumnya, beton mempunyai kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi mempunyai kekuatan tarik yang rendah, hanya berkisar antara 8% sampai 15% dari kekuatan tekannya. Untuk mengatasi kelemahan dari bahan beton inilah maka ditemukan bahan bangunan baru dengan menambahkan baja tulangan untuk memperkuat terutama bagian beton yang mengalami tarik.
Baja tulangan yang digunakan untuk perencanaan harus mengunakan baja tulangan ulir/sirip (deformed bar). Sedangkan tulangan polos (plain bar) hanya dapat digunakan untuk tulangan spiral dan tendon, kecuali untuk kasus-kasus tertentu.
Berikut adalah ukuran baja tulangan yang dapat digunakan untuk perencanaan beton bertulang:
No Penamaan Diameter
nominal
Luas penampang
nominal
Berat
nominal
(mm) (cm $^{2}$ ) (kg/m)
1 S.6 6 0,2827 0,222
2 S.8 8 0,5027 0,395
3 S.10 10 0,7854 0,617
4 S.13 13 1,327 1,04
5 S.16 16 2,011 4,58
6 S.19 19 2,835 2,23
7 S.22 22 3,801 2,98
8 S.25 25 4,909 3,85
9 S.39 29 6,625 5,18
10 S.32 32 8,042 6,31
11 S.36 36 10,18 7,99
12 S.40 40 12,57 9,88
13 S.50 50 19,64 17,4
Sebagai tambahan, baja tulangan ulir yang akan digunakan dalam beton bertulang harus memenuhi ketentuan dari ASTM yang berhubungan dengan baja tulangan sebagai berikut:
  • “Spesifikasi untuk batang baja billet ulir dan polos untuk penulangan beton” (ASTM A615M)
  • “Spesifikasi untuk batang baja axle ulir dan polos untuk penulangan beton” (ASTM A617M)
  • “Spesifikasi untuk baja ulir dan polos low-alloy untuk penulangan beton” (ASTM A706M)
Referensi:
  1. SNI-03-2847-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung
  2. SNI-07-2052-2002 Baja Tulangan Beton

 

Tidak ada komentar: